MENGAJAR DENGAN PENUH CINTA



Mengajar Dengan Penuh Cinta
Ustadz M. Rifqi Muslim, S.Ag*


Mengajar adalah sebuah seni. Perpaduan antara olah pikiran, rasa dan karya yang tepat dari seorang guru akan sanggup menembus hati peserta didik. Mengajar peserta didik dengan sepenuh kecintaan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh semua guru di dunia ini. Tanpa rasa cinta dalam mengajar niscaya akan didapatkan kegagalan demi kegagalan dalam transfer pengetahuan maupun nilai-nilai kebaikan suatu pendidikan.
Begitu pula yang disampaikan oleh beliau Ustadz M. Rifqi Muslim S.Ag , yang juga merupakan salah satu anggota Divisi Pendidikan Yayasan Taqiyya Rosyida. Dengan pengalaman mengajar hampir 20 tahun, tentunya asam garam dunia pendidikan telah beliau rasakan. Berikut petikan wawancara tim redaksi majalah Taqiyya Rosyida dengan beliau terkait pengajaran dengan penuh cinta di lingkungan pendidikan.

Adakah hubungan antara cinta, kaitannya dengan belajar-mengajar dalam dunia pendidikan?
     Ya ada.  Cinta merupakan unsur dalam mengajar. Banyak guru yang stress karena tidak ada unsur cinta terhadap anak didik. Mengajar hanya semata tugas profesi dan sekadar menunggu waktu bel pelajaran. Dalam hal cinta, seorang guru harus memiliki 2 hal yaitu : 1. Cinta pada apa yang diajarkan. Tanpa mencintai yang diajarkan mustahil seorang guru akan dapat mentransfer ilmunya dengan baik. 2. Cinta pada anak didik. Ketika menghadapi anak yang “luar biasa aktif” seorang guru yang penuh cinta kepada anak didiknya akan melabeli anak tersebut dengan label “kreatif” bukan label “nakal”. Sehingga guru bisa mengarahkan anak yang “kreatif” dengan akal bukan emosi

Bagaimana penerapan hukuman (punishment) dan penghargaan (reward)  yang mencerminkan kecintaan guru kepada anak didik?
      Punishment atau hukuman kepada anak didik haruslah yang bersifat mendidik. Hukuman dengan berdiri di depan kelas ataupun hukuman fisik lainnya saat ini harus mulai ditinggalkan. Ketika anak berbuat kesalahan maka seorang guru yang penuh cinta akan menasehati dengan sabar dan mengajari anak untuk meminta maaf dan beristighfar. Intinya punishment atau hukuman yang berkonotasi negatif haruslah diubah menjadi sesuatu yang positif. Untuk reward atau penghargaan yang diberikan kepada anak didik tidak harus berupa materi. Penyebutan prestasi di depan kelas maupun ucapan terimakasih bisa menjadi pilihan.

Bagaimana kiat guru agar dapat mengajar dengan penuh cinta pada anak didiknya?
    Yang pertama niatkan dalam mengajar anak didik adalah untuk ibadah dan penuh keikhlasan. Jika niatnya hanya untuk bekerja mencari  finansial maka itu salah. Apa yang disampaikan dengan hati akan sampai ke hati juga. Yang kedua adalah dengan terus mengasah keilmuan terkait dengan proses pembelajaran yang cocok untuk anak didik yang dihadapi. Hal itu bisa dilakukan dengan membaca buku tentang pendidikan ataupun bertanya kepada pendidik lain yang dianggap berhasil dalam mendidik. Gunakan prinsip ATM (Amati Tiru Modifikasi) dalam mempelajari sesuatu dalam mengajar. Yang ketiga yaitu dengan mempelajari/menguasai kelas. Dengan menguasai lingkungan kelas guru dapat merancang pembelajaran yang sesuai dengan anak didik. Yang keempat adalah dengan membangun kesolidan di internal sekolah. Dari kepala sekolah hingga penjaga sekolah harus solid.Tanpa kesolidan internal akan terjadi ketidaknyamanan di sekolah yang akan menghasilkan kualitas pendidikan yang rendah pada anak didik.

Apa pesan ustadz untuk para guru yang ada di unit sekolah Yayasan Taqiyya Rosyida pada khususnya dan seluruh guru di Indonesia pada umumnya?
    Pandanglah anak secara positif. Apapun latar belakang anak sadarilah bahwa mereka semua adalah ladang pahala bagi kita semua. Sebagai guru tugas kita adalah membimbing dan mengarahkan mereka ke jalan kebaikan. Mengajar dengan sepenuh cinta dan keihkhlasan. Dengan begitu kita bisa mencintai semua anak didik kita dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka

Wallahu a'lam bish shawab

No comments:

Post a Comment